Atsar Negri Para Nabi

29 November 2008


Negri yang juga disebut sebagai Bumi Kinanah ini memang menarik. Sudah sekian ratus tahun lamanya nabi yang pernah hidup di negri ini telah wafat. Namun atsar kenabian masih akrab dengan mesir. Subhanallah….!!
Tapi jangan lupa bahwa Fir’aun pun pernah hidup di sini. Siapa yang tidak kenal orang yang pernah mengaku sebagai Tuhan, siapa yang tidak kenal orang yang ketika mati, bumi manapun tidak mau menerima jasadnya. Na’u dzu billah min dzalik….!!! Itulah Fir’aun, sehingga sampai saat ini jasadnya masih ada di salah satu museum yang ada di kairo. Maka atsarnya (bukan yang mengaku Tuhan) juga masih akrab dengan Mesir walaupun relatif sedikit.

Waktu itu ketika aku pergi bersama temanku (Saef) ke Gami’ (salah satu nama tempat dekat rumah) untuk membeli kabel printer Misykati yang baru, sungguh aku mengalami hal penting. Ketika kita (Aku dan Saef) sampai ke sebuah toko bernama ‘Ibadurrahman dekat belokan Gami’, Aku mulai melakukan transaksi pembelian kabel. Tiba- tiba salah satu temanku yang lain datang menghampiri dan mengatakan bahwa kabel yang dibutuhkan ternyata sudah ada dirumah. Maka segera Aku menanyakan merek kabel yang lain ke penjual karena Aku lihat di sana hanya ada satu merek, agar Aku tidak jadi membelinya karena di rumah sudah ada.
Setelah Aku bilang ke penjual, orang mesir itu dengan menampilkan wajah yang ceria dan tawadhu’ seraya mengatakan : Aiwa, ma’aleisy. Hagat tani? Penjual bertanya.
Hmmm….Aku berpikir sejenak, lalu Aku membeli kertas A4 satu rim. Aku bilang ke penjual dan menanyakan harganya. Penjual mengatakan kalau harganya 25 pound. Aku segera setuju dan membayarnya dengan uang 30 pound, lalu menunggu kembalian. Setelah semua selesai, Aku dan kedua temanku (Fandi dan Saef) segera pulang.
Sebelum kita beranjak keluar toko, Si penjual menahanku seraya mengatakan : Istanna da’i’ah..! Aku tidak tahu apa yang dia inginkan. Kenapa aku diruruh menunggu sebentar??!! Sedangkan dia (penjual) menelpon seseorang. Aku langsung menanyakan kedua temanku : Bawa passport ?? kebetulan Fandi tidak membawa passport. Lalu Aku suruh dia (Fandi) pulang duluan. Aku hawatir penjual itu memanggil polisi atau mabahis.
Jelas aku kawatir dia adalah salah satu mata mata, pikirku. Lantaran beberapa hari yang lalu ada pemeriksaan di Gami’ kepada orang asing termasuk mahasiswa. Tanpa ada pemberi tahuan dahulu. Alhasil, banyak orang Indonesia yang tertangkap karena tidak membawa passport. Bahkan saat ini ada orang Indonesia yang dulu tertangkap akan segera dideportasi (dipulangkan ke negara asal) karena bermasalah. Aku dan kedua temanku memang tidak bermasalah, karena kita masih punya visa untuk bisa tinggal di Mesir. Tapi kita tetap tidak mau berurusan dengan polisi. Apalagi salah satu temanku ada yang tidak membawa passport.
Aku memang agak panik saat itu. Lalu Aku mendekati penjual itu yang sedang berada di luar toko. Dan menanyakan kenapa Aku harus menunggu sebentar….dia kelihatannya tidak berhasil menghubungi seseorang itu. Dia member isyarat kepadaku agar menunggu sebentar, sementara dia mencoba menelpon lagi. Huh… Aku semakin penasaran. Setelah dia berhenti menelpon dan kelihatannya tidak berhasil juga, dia bilang kepadaku : Ana bettashel shadi’I ‘an taman kirtos dzih.
Mahallat dzih musy bita’ak? Tanya Saef.
Panjual menjawab : Mahallat dzih bita’i ana. Bass ana gheir muta’akkid taman A4 (pakai ejaan bahasa inggris).
Zaei enta matte’rofsy taman? Sahutku.
Penjual berkata : Bass isma’ ya rayis…!! Ana bas’al tanziil taman la liirraf’i. lau taman dzih a’al min khomsah wa ‘isyrin, hagiblak khomsah gineh Kaman. Masyi.??? Tsawanii..
Ooo…Aku baru mengerti apa yang penjual inginkan. Subhanalllah….!!! Ternyata dia masih ragu dengan harga kertas sebesar 25 pound dan dia takut harga itu terlalu mahal, makannya dia menanyakan kepada temannya. Padahal akad kita dalam membeli kertas sudah selesai dan Aku dengan harga 25 pound sudah setuju.
Kemudian penjual berkata kepada Saef : mumkin terga’ wa ta’ud ba’da sa’ah we khudz fulusak..!!
Kemudian Saef menanyakan tentang perkataanya kepadaku dan Kita bersepakat untuk langsung pulang saja dan mengikhlaskan sisa lima pound itu. Setelah Aku mengatakan kepada penjual, dia lagsung berkata : La, lau akhudz dzih khomsah gineh, harom.
Singkat cerita, dia tetep tidak mau begitu saja menerima sisa uang itu. Sedangkan Aku dan Saef keburu pulang karena sudah ditunggu teman yang lain. Hingga pada akhirnya penjual bilang kepadaku, apabila nanti Aku ke sini lagi tolong ambil saja uang itu, sambil Dia memperkenalkan diri. Mahmud namanya.
Itulah yang membuat Aku merasa terenyuh. Bagaimana tidak?? begitu hati hati Dia dalam mencari rizki, apalagi menyangkut hak orang lain sedangkan Kita?? Apalagi waktu itu Aku malah mempunyai perasaan buruk sangka kepadanya. Huh…. Ironis sekali. Ini membuktikan bahwa keimanan itu mempunyai tingkatan. Dan perbedaan Aku kepadanya bener – bener membuatku seakan adalah seorang Compong yang bersu’udzon kepada orang yang wira’i.
Robbi habli imanan kaamilan, waj’alli min ‘ibaadikas sholihin..amin.
Demikian sedikit contoh akhlaq salah seorang mesir yang menjadi bukti bahwa Mesir adalah Negri para nabi. Dan atsar kenabiannya pun masih ada. semoga bermanfaat. Amin….

0 komentar: