Manusia, pelupa??

17 Desember 2009


Ya, memang pelupa. Tapi jika dikaitkan dengan status manusia itu sendiri yang notabenya sebagai sebaik – baiknya makhluk “fi ahsani taqwim”, mungkin saja hal pelupa masih bisa dipertimbangkan kembali. Apakah malaikat punya sifat lupa? Makhluk allah satu ini terkenal tidak punya dosa, tidak pula pahala. Tidak makan, tidak pula minum. Tidak mengeluh, tidak pernah juga berbangga hati. Tidak pernah iri, tidak pernah pula menghasut. Selalu qona’ah dan tidak sekali –kali berkeinginan memilki yang bukan haknya. Sama sekali Tidak suka naik jabatan, apalagi kekuasaan. Malaikat cukup puas dengan jabatan yang mereka pangku saat ini sampai waktu yang hanya penciptanya yang tahu kapan jabatan itu dicopot.


Siapa bisa membayangkan apabila malaikat pembagi rizki lupa, maka berapa banyak hamba – hamba yang menggerutu. ketika keadaan normal aja, kaya mengaku miskin demi hak –haknya terpenuhi dan terhitung masuk penerima BLT. Pedagang yang laris dagangannya mengaku biasa – biasa aja agar tetangga sebelah mengurungkan niatnya untuk sekedar pinjam uang.
Sudahlah, aku bukan mengajak anda untuk memikirkan hal yang berahir batil. Sama sekali tidak!! Karena malaikat adalah makhluk yang mempunyai ‘Ishmah, terjaga. Terjaga dari kelalaian dan segala sifat – sifat jelek. Terjaga dari nafsu – nafsu. Berbeda dengan manusia yang memiliki nafsu, akal dan nurani. Tiga hal ini barangkali yang membuat manusia menjadi khalifah dibumi. Dengan modal tiga hal itu juga kedudukan manusia bisa lebih baik ketimbang malaikat. Dengan 3 hal itu juga manusia bisa lebih rendah dibanding makhluk figuran yang berupa binatang. Benar – benar bukan maksud aku untuk menjelek – jelekkan manusia. aku hanya ingin mengatakan bahwa manusia itu memiliki segala kapasitas dari berbagai dimensi untuk mejadi makhluk Allah yang paling mulia. Karena memang di ciptakan dengan sebaik – baiknya ciptaan.

Berbicara tentang lupa, aku jadi ingat dengan sedikit tertawa geli. Pernah suatu ketika aku pergi keluar rumah untuk membeli sayuran, sabana namanya. Rencana sayuran itu akan aku buat sop karena waktu itu siang hari. Keluarlah aku dari rumah. Setelah berjalan lebih kurang seratus meter, lah, ternyata aku nggak bawa uang satu qirsy pun. Apa apaan ini, berani – beraninya ingin mempermalukan diri sendiri. Hatiku pun sedikit maedu kinerja otak. Hanya hal semacam itu saja, kok nalarnya nggak nyangkut. Hanya untuk mengakali hal sekecil itu pun malah harus ada kata – kata lupa. Namun aku nggak lantas memojokkan otak atas kesalahannya. Karena bagaimanapun otak adalah nikmat allah yang termasuk paling hebat. Otak sebagai hard disk-nya manusia.

Itu contoh kecilnya. Lebih sedikit luas lagi, kita melihat fenomena yang terjadi di dunia kemahasiswaan indonesia. Tidak setiap mahasiswa ingat akan dirinya. Beberapa mahasiswa yang tidak menyadari bahwa dirinya itu adalah orang. Mahasiswa adalah pejuang. Mahasiswa adalah yang berjalah menuju sebuah tempat tujuan. Mahasiswa adalah bersungguh – sungguh. Namun, tidak sedikit yang lupa atas apa yang Ia perjuangkan. Lupa apa yang Ia tuju. Lupa kenapa Ia bersungguh – sungguh. Lebih sedikit kita lebarkan lagi. Tidak setiap manusia indonesia tidak lupa pada tujuan hiadupnya. Tidak setiap manusia tidak lupa akan akar budayanya. Tidak setiap manusia tidak lupa apa tujuan kehidupan bernegara indonesia. Kalau lupa, bagaimana akan bersungguh – sungguh. Bagaimana akan dan bagaimana akan memikirkan kemajuan.

Apesnya lagi, mungkinkah seseorang akan lupa jika Ia nggak pernah tahu bahwa seseorang itu sedang menuju sebuah tujuan?? Bagaimana mau lupa Si Fulan wong sebelunya saja nggak pernah kenal fulan, nggak pernah melihat fulan dan nggak pernah tau akan fulan. Apa yang mau dilupakan?

Toh demikian, lupa mungkin juga sebuah nikmat yang patut semua umat manusia mensyukurinya. Jika manusia tidak memiliki hal tersebut, bagaimana jika seseorang mempunyai kenangan yang mengerikan, mungkin akan selalu trauma jika nggak ada kata lupa. Bagaimana jika seeorang mempunyai kenangan menyedihkan, maka hidupnya selalu dirundung kesedihan. Bagaimana jika dan bagaimana jika yang lainnya.



Selengkapnya......

Ide itu Mahal

02 Desember 2009


Huh, hanya dalam hitungan menit saja otak sudah kelabakan untuk mengingat – ingat apa yang telah di pikirkan. Ya Allah, mungkin karena waktu yang sudah agak tengah malam. Dan tubuh juga mulai loyo. Tapi, nggak apalah sedikit untuk menina bobo-kan sepasang mata sipitku ini, aku mencoba untuk corat coret bagaimana pentingnya sebuah ide. Tadi, aku memang melihat ada sebuah gagasan yang sepertinya menarik, dan melintas di depan kedua mataku. Tentunya menarik bagi saya dan nggak tahu apakah itu menarik buat orang lain. Namun, yang jelas hanya dalam hitungan beberapa menit saja aku sudah kepayahan untuk mengingatnya kembali. Maklumlah, bagiku menulis itu merupakan hal yang baru. Jadi, ya beginilah, untuk hanya mengingat – ingat ide saja seakan sudah mau curhat di sini.


Jurnalis memang hebat. Penulis di media massa memang tangguh. Para penulis karya – karya ilmiah memang pintar dan hebat. Penulis novel memang kreatif. Kang Abik memang pandai bersilat pena. Andrea Hirata memang imajinatif. Yang lebih hebat lagi, Ibu dan Bapak guru bahasa Indonesia di sekolah dasar kita memang superman dan wonderwoman. Atas jasa dan barokah merekalah orang –orang hebat, orang – orang pandai, serta orang – orangan lainnya kini bisa menjadi ‘orang’. Mereka hebat dalam mencari ide. Mereka juga hebat dalam mengemas ide menjadi sebuah santapan yang enak dibaca. Mereka selalu kaya akan stok ide. Barang kali tidak sampe pada titik kepayahan ketika idenya hilang dalam hitungan menit. Mereka hanya cukup menarik nafas sejenak, maka ide – ide berebut datang agar mereka muncul di lembaran – lembaran yang di cari halayak. Mereka (masih para ide – ide itu) selalu punya harapan menjadi terkenal, menjadi sumber inspirasi bagi pemuda pemudi, inspirasi bagi para mahasiswa, pebisnis, para koki, da’i, politisi, ekonom, calon bupati, calon DPRD tk II dan para calon –calon pemilik kursi panas lainnya. Kalau boleh memilih, aku lebih ingin menjadi kutu pemilik ide –ide itu dibanding menjadi kutu buku yang memuat ide – ide itu. Itu obsesiku. Karena aku dapat ikut selalu pergi ke mana saja. Menimba pengalaman – pengalaman sohib-nya ide. Dan bisa langsung merasakan getaran – getaran ide- ide yang berjibaku di dalam otak. Namanya saja kutu, seberapa dekat dengan otak???

Ide itu sangat mahal. Dan gagasan bukan hal yang murah. Karena kedua hal tersebut sama – sama menjadi dasar ilmu apapun, juga sebagai dasar segala bentuk konsep. Semua orang pasti punya gagasan dalam situsi tertentu atau umum. Dan hal itu tidak bisa , tidak. Karena merupakan hal yang pasti. Sampai orang yang hilang akal pun setidaknya punya inisiatif untuk mengisi perutnya sendiri. Alhamdulillah aku termasuk diantara orang –orang yang diberi anugrah sebagaimana manusia pada umumnya. Aku sama dengan Kang Abik, sama dengan Cak Nun, sama dengan Cak Imin, dan masih sama juga dengan cak – cak, cut – cut, para raden, para tuangku sampai para kiyai sebagai anggota tetap penerima rahmatan lil’alamin. Bedanya, mereka bukan orang yang gampang gugup. Mereka bukan orang yang demam panggung. Kalau aku,” pangapura baelah”....hanya untuk menuliskan gagasan atau ide di atas kertas putih, dalam keadaan sendiri tanpa ada satu pun yang melihat saja aku bingung. Bukannya tanpa ide, tapi memang aku lupa. Dan untuk mengingatnya pun memang tidak mudah bagiku.
اللهم ارحمنا بالقرأن واجعله لنا اماما ونورا وهدى ورحمة اللهم ذكرنا منه ما نسينا وعلّمنا منه ما جهلنا.


Selengkapnya......