Setengah hari aku menjalankan badan ini dengan penuh kemalas – malasan. Planing ada, cuman baru setelah berkumandangnya adzan dzuhur teman akrabku itu, kemalas – malasan, sedikit mau dan rela untuk meninggalkanku. Maka, dengan adanya kesempatan itu kemudian aku terus bergegas untuk membersihkan diri, makan dan langsung mengejar setoran. Setoran al Qur’an dimulai ba’da ashar di samin, rumah kang faiz. Walaupun aku jalani hal itu dengan sedikit menahan rasa sakit pada lambung. Karena akibat dari makan sarimi yang terlalu pedas. Dan semoga tidak terjadi apa – apa. Tepat jam tiga sore aku dengan teman satu kamar, Atabik, menuju hay samin rumah Kang Faiz. Lumayanlah, seperempat hari sudah terisi dengan kegiatan yang sedikit manfaat.
Sesaat setelah selesai setoran, memang aku agak sedikit risau dengan jadwal yang ternyata numpuk dengan acara setoranku. Kajian Politik timur tengah yang membuat aku risau saat itu. Ketika dalam usaha mencari info tentang adanya kajian itu, Hpku berdering dan ternyata koordinator kajian yang menelpon. Sdr. Fadhlan namanya. Oklah kalau begitu. Segera aku pamitan dengan shohibul bait, Kang Faiz yang menjadi pembimbingku. Kemudian aku langsung meluncur ke rumah akar budaya Mesir.
Ok. Sesampaiku di rumah akar, peserta kajian belum berkumpul banyak sehingga kajian belum dimulai. Setelah menunggu beberapa menit, kajian yang membuatku risau itu dimulai juga. Peserta kajian cukup dihadiri 8 orang. Dan sebenarnya peserta lebih dari itu, namun beberapa dari mereka memiliki acara lain. Maklum saja, budaya masisir adalah suka berpoliorganisasi. Kajian itu dibuka langsung oleh koordinator kajian. Dan pembicaranya adalah Mus’ab Muqoddas yang pada gilirannya menerangkan tentang “ Alexander the Great of Macedonia defeats the persians and claims the middle east”. Ini adalah salah satu judul, yang ternyata kajian ini telah berjalan berjalan lima kali pertemuan. Sehingga aku, yang kali pertama masuk kajian itu ahistoris dengan tidak mengikuti kajian sebelumnya. Kajian ini benar – benar menbuatku menganga saat mendengarkan materi. Yaitu membahas sejarah alexander great yang hidup kurang lebih kurang 2 abad sebelum masehi. Itu adalah materi yang berat bagiku. Kata – kata aneh yang juga sulit diucapkan muncul dalam kesempatan ini seperti : gracius, jaxartes, kaukas, nabucatnosor dll. Itu hal yang sulit di ingat, diucapkan dan dipahami bagi saya. Dan mungkin tidak sampai begitu jika anda dalam posisi saya. Setelah mendengarkan beberapa tambahan dari para peserta kajian, dan saat ketika giliranku memberi tangapan, ya nggak banyak yang bisa aku katakan pada kesempatan itu. Hanya beberapa kata permohonan untuk dibimbing oleh teman – teman yang sudah mengenyam banyak tentang materi sejarah ini.
Hal itu jelas disebabkan atas sedikitnya pengetahuanku tentang kajian ini. Maka aku pun lebih tertarik mendengarkan tanggapan – tanggapan dari pada memperdengarkan sesuatu yang mungkin malah bisa keluar dari koridor pembahasan. Disana aku mengutarakan bahwa kedatanganku disini adalah sebagai anak ayam yang masuk lingkungan para elang. Baru saja bilang elang, salah satu peserta nyeletuk, “ bukan elang, tapi garuda”. Aku pun langsung mengamininya dan bilang, “iya, ini adalah sekelompok garuda, bukan elang”. Kenapa garuda?? Hmm.. ternyata yang komplain ini dalah Mus’ab Muqoddas. Memang dalam kelompok rumah akar budaya ini adalah rumahnya para nasionalis. Dan Mus’ab, adalah satu – satunya orang yang berani berkampanye pada pemilu tahun 2009 yang mengusung partai berlambangkan pohon beringin, yaitu simbol ketiga yang dari garuda pancasila. Lambang negara indonesia. Sedangkan elang, itu adalah lambang yang tercetak pada bendera bebangsaan Mesir. Ok, pakai nama garuda sekarang. Saya lanjutkan kembali. Jadi, anak ayam dan garuda adalah jenis unggas yang sama – sama memiliki dua kaki dan sayap. Bedanya garuda lebih bisa memanfaatkan sayapnya untuk terbang bereksplorasi ke segala ranah alam keilmuan. Dan itik, anak ayam, tidak seperti itu. Dia hanya bisa memanfaatkan kedua kakinya sehingga hanya bisa berjalan. Aku seperti anak ayam, mereka garuda. Mereka bisa memanfaatkan fungsi otaknya untuk mengeksplorasi ke berbagai bidang ilmu. Dan aku, masih berusaha menuju ke sana. Maka pada sedikit kesempatan itu, aku bilang kepada mereka, “ garudakanlah aku!!!, tolong, garudakanlah aku!!!”.
Lalu pertanyaannya, apakah itik, anak ayam, mampu untuk terbang seperti garuda?? Padahal Tuhan telah menitahkan ayam untuk tidak terbang. Tentu saja menurutku hal itu tidak akan terjadi dan andapun tahu itu. Namun aku tetap optimis bisa mengikuti alur pergerakan pemikiran mereka. Karena aku manusia, bukan itik. Takbir..!!!