Kini 20 tahun sudah aku berada dalam alam semesta. Beberapa episode kehidupan yang berbeda telah aku tempuh. Aku diberi nama oleh ayahku dengan “ Fatchul Machasin”. Namun dalam beberapa episode tersebut aku memiliki panggilan yang berbeda beda. Itu memang hanya sebuah panggilan. Akan tetapi bukan panggilan yang dikehendaki oleh bapak ibuku yang telah memberi nama seperti yang tertulis di atas. Bahkan panggilan dengan selain namaku itu muncul saat aku masih kecil dan belum beranjak ke sekolah.
Orang - orang di sekelilingku sering memanggilku dengan panggilan yang selalu berbeda di setiap episode kehidupanku. Di waktu kecil (sebelum menginjakkan kaki di sekolah), ketika masuk pondok pada tingkat SMP di Kalibeber, Wonosobo. Kemudian ketika menginjakkan kaki di Madrasah Aliah Negeri Keagamaan, bahkan sampai aku duduk di bangku perkuliahan. Disemua marhalah tersebut aku memiliki panggilan yang berbeda beda.
Pada masa dimana aku mulai bisa berinteraksi kepada orang lain, dan belum juga masuk sekolah, tetangga - tetanggaku memangilku dengan sebuah panggilan yang bukan namaku. Aku dipanggil dengan nama “pathol”. Padahal yang benar adalah “fatchul”. Ini mungkin bisa dimaklumi lantaran aku sendiri dalam menyebut namaku pun dengan kata ”pathol” karena penggucapanku belum sempurna, waktu itu. Lambat laun panggilan itu mulai hilang dan aku semakin tumbuh besar. Aku pun mulai bisa menyebut namaku dengan pengucapan yang benar.
Lalu ketika aku beranjak ke sekolah menengah pertama (SMP), orang yang ada di sekelilingku kembali menyebutku dengan sebutan yang bukan namaku. Waktu itu aku dipanggil “encek”. Panggilan ini muncul lantaran aku berada dalam satu pondok dengan kakakku. Dan sebenarnya itu adalah panggilan untuk kakakku. Menurut sepengetahuanku, dia dipanggil “encek” karena dia mirip seperti orang cina. Dan aku, sebagai adiknya pun ikut mendapat julukan “encek” pula. Sebenarnya tidak masuk akal, aku dipanggil “encek” karena kakakku juga dipanggil dengan sebutan yang sama. Selama tiga tahun lamanya aku menikamati panggilanku itu dengan kata “encek”. Bahkan pada waktu aku sudah berada di kelas tiga, seorang guru yang juga mengajarku memanggilku dengan nama “tukul” itu adalah nama seorang artis juga pelawak.
Setelah tiga tahun berlalu berada di pandok kota Asri tersebut, kemudian aku hijrah ke kota Solo. Dimana ada sekolah yang bernama MAKN (Madrasah Aliah Keagamaan Negri). Di sekolah ini aku juga tidak lepas dari panggilan yang tidak sesuai dengan namaku. Waktu itu pernah aku dipanggil dengan nama seorang artis terkenal yaitu ”kiwil”. Ini berawal dari seniorku yang memanggil dengan panggilan tersbut. Alasannya mereka melihatku mirip dengan “kiwil”. Hingga kemudian ada kawan sekelasku yang ikut memanggilku dengan sebutan tersebut. Tapi yang memanggilku dengan sebutan itu dari kawan sekelasku hanya satu atau dua orang. Dan panggilan ini tidak berumur panjang. Ketika aku duduk di kelas dua panggilan itu mulai hilang. Aku dipanggil dengan namaku yang benar hingga akhir masa belajar di sekolah tersebut.
Setelah selesai di Solo, aku melanjutkan studiku di Negri para nabi, Mesir. Yang mayoritas mahasiswa yang belajar di sana adalah yang belajar agama. Namun itu tidak membuat aku terlepas dari panggilan yang tidak sesuai namaku. Di Mesir pun aku dipanggil dengan kata “makacong”. Entah berawal dari mana dan siapa nama itu keluar. Yang hingga sampai sekarang nama itu masih akrab denganku. Dan aku juga tidak mengerti kenapa panggilan itu ada padaku. Yang jelas itu mulai dari teman teman dekatku.
Itulah beberapa panggilan yang pernah akrab denganku dari kecil sampai sekarang. Sedangkan aku tetap nyantai dan asyik asyik saja dari dulu sampai sekarang dengan panggilanku itu. Namun apakah itu bermasalah? Dengan memanggil nama orang lain yang tidak sesuai dengan namanya? Mari kita mencoba simak yang di bawah ini, Allah SWT berfirman :
يا ايّها الذين آمنوا لا يسخر قوم من قوم عسى ان يكونوا خيرا منهم ولا نساء من نساء عسى ان يكنّ خيرا منهنّ ؛ولا تلمزوا انفسكم ولا تنا بزوا بالا لقاب ؛ بئس الا سم الفسوق بعد الايمان ؛ ومن لم يتب فاولئك هم الظالمون
Dari ayat di atas jelas bahwa kita sebagai orang mu’min, pertama, tidak boleh mengejek atau merendahkan orang lain. Entah itu laki laki ataupun perempuan. Barang kali orang yang direndahkan itu lebih baik dari pada yang merendahkan.
Yang kudua, kita juga tidak boleh melebihkan diri kita dan tidak boleh memanggil orang lain dengan panggilan yang bukan namanya (panggilan yang merenddahkan). Karena ini merupakan kefasikan. Maka bagi yang telah melakukannya hendaknya bertaubat kepada Allah SWT, karena barang siapa yang tidak bertaubat, maka tergolong orang - orang yang zdolim.
Diriwayatkan dari Imam Ahmad, Ad Dhohak berkata : ketika Nabi Muhammad SAW. tiba di Madinah, diantara kita ada yang mempunyai dua atau tiga nama panggilan. Dan ketika rekan rekannya memanggil seorang yang mempunyai panggilan lebih dari satu itu, mereka berkata kepada Nabi SAW. : Wahai Rasululloh, bahwa dia (orang yang di pangil dan mempunyai panggilan lebih dari satu) marah dengan panggilan ini. Maka turunlah ayat di bawah ini :
( ولا تنا بزوا الالقاب )
Dari potongan dalil di atas, kita tahu bagaimana hukum memanggil orang lain dengan panggilan yang tidak sesuai dengan namanya. Lalu Pertanyaannya, bagaimana orang - orang yang memanggilku dengan sebutan - sebutan yang ada di atas? Sedangkan mereka semua adalah orang mu’min.
Kalau boleh aku menjawab ;
Nama panggilan yang mereka sebutkan adalah panggilan yang menurutku tidak merendahkanku, dan aku juga tidak merasa direndahkan. Mengenai panggilan yang seakan mengejekku seperti tukul dan kiwil, hal itu tidak membuatku marah ataupun ingin membalasnya. Bahkan itu adalah hal yang bermanfaat bagiku. Dengan adanya panggilan yang seakan mengejek, itu bisa dijadikan sebagai introspeksi diri. Artinya aku diberi kesempatan untuk merendahkan diri dan tawadu’ serta menghormati orang lain. Orang lain tidak akan angkat topi atau menghormati kita jika kita tidak menghormati orang lain. Itu salah satu hikmahnya. Dan aku juga telah mengikhlaskan hal itu. Dan dengan izin Allah, orang orang yang ada di sekelilingku tidak akan bermasalah, apalagi disusul dengan minta maaf kepada-Nya. Karena panggilan itu tidak ada maksud mengejek dan aku pun sudah mengikhlaskan serta tidak menuntut apapun. Semoga Allah mengampuni semua dosa dosa kita dan kedua orang tua kita. Amin….. Allahu A’la A’lam.
Pada masa dimana aku mulai bisa berinteraksi kepada orang lain, dan belum juga masuk sekolah, tetangga - tetanggaku memangilku dengan sebuah panggilan yang bukan namaku. Aku dipanggil dengan nama “pathol”. Padahal yang benar adalah “fatchul”. Ini mungkin bisa dimaklumi lantaran aku sendiri dalam menyebut namaku pun dengan kata ”pathol” karena penggucapanku belum sempurna, waktu itu. Lambat laun panggilan itu mulai hilang dan aku semakin tumbuh besar. Aku pun mulai bisa menyebut namaku dengan pengucapan yang benar.
Lalu ketika aku beranjak ke sekolah menengah pertama (SMP), orang yang ada di sekelilingku kembali menyebutku dengan sebutan yang bukan namaku. Waktu itu aku dipanggil “encek”. Panggilan ini muncul lantaran aku berada dalam satu pondok dengan kakakku. Dan sebenarnya itu adalah panggilan untuk kakakku. Menurut sepengetahuanku, dia dipanggil “encek” karena dia mirip seperti orang cina. Dan aku, sebagai adiknya pun ikut mendapat julukan “encek” pula. Sebenarnya tidak masuk akal, aku dipanggil “encek” karena kakakku juga dipanggil dengan sebutan yang sama. Selama tiga tahun lamanya aku menikamati panggilanku itu dengan kata “encek”. Bahkan pada waktu aku sudah berada di kelas tiga, seorang guru yang juga mengajarku memanggilku dengan nama “tukul” itu adalah nama seorang artis juga pelawak.
Setelah tiga tahun berlalu berada di pandok kota Asri tersebut, kemudian aku hijrah ke kota Solo. Dimana ada sekolah yang bernama MAKN (Madrasah Aliah Keagamaan Negri). Di sekolah ini aku juga tidak lepas dari panggilan yang tidak sesuai dengan namaku. Waktu itu pernah aku dipanggil dengan nama seorang artis terkenal yaitu ”kiwil”. Ini berawal dari seniorku yang memanggil dengan panggilan tersbut. Alasannya mereka melihatku mirip dengan “kiwil”. Hingga kemudian ada kawan sekelasku yang ikut memanggilku dengan sebutan tersebut. Tapi yang memanggilku dengan sebutan itu dari kawan sekelasku hanya satu atau dua orang. Dan panggilan ini tidak berumur panjang. Ketika aku duduk di kelas dua panggilan itu mulai hilang. Aku dipanggil dengan namaku yang benar hingga akhir masa belajar di sekolah tersebut.
Setelah selesai di Solo, aku melanjutkan studiku di Negri para nabi, Mesir. Yang mayoritas mahasiswa yang belajar di sana adalah yang belajar agama. Namun itu tidak membuat aku terlepas dari panggilan yang tidak sesuai namaku. Di Mesir pun aku dipanggil dengan kata “makacong”. Entah berawal dari mana dan siapa nama itu keluar. Yang hingga sampai sekarang nama itu masih akrab denganku. Dan aku juga tidak mengerti kenapa panggilan itu ada padaku. Yang jelas itu mulai dari teman teman dekatku.
Itulah beberapa panggilan yang pernah akrab denganku dari kecil sampai sekarang. Sedangkan aku tetap nyantai dan asyik asyik saja dari dulu sampai sekarang dengan panggilanku itu. Namun apakah itu bermasalah? Dengan memanggil nama orang lain yang tidak sesuai dengan namanya? Mari kita mencoba simak yang di bawah ini, Allah SWT berfirman :
يا ايّها الذين آمنوا لا يسخر قوم من قوم عسى ان يكونوا خيرا منهم ولا نساء من نساء عسى ان يكنّ خيرا منهنّ ؛ولا تلمزوا انفسكم ولا تنا بزوا بالا لقاب ؛ بئس الا سم الفسوق بعد الايمان ؛ ومن لم يتب فاولئك هم الظالمون
Dari ayat di atas jelas bahwa kita sebagai orang mu’min, pertama, tidak boleh mengejek atau merendahkan orang lain. Entah itu laki laki ataupun perempuan. Barang kali orang yang direndahkan itu lebih baik dari pada yang merendahkan.
Yang kudua, kita juga tidak boleh melebihkan diri kita dan tidak boleh memanggil orang lain dengan panggilan yang bukan namanya (panggilan yang merenddahkan). Karena ini merupakan kefasikan. Maka bagi yang telah melakukannya hendaknya bertaubat kepada Allah SWT, karena barang siapa yang tidak bertaubat, maka tergolong orang - orang yang zdolim.
Diriwayatkan dari Imam Ahmad, Ad Dhohak berkata : ketika Nabi Muhammad SAW. tiba di Madinah, diantara kita ada yang mempunyai dua atau tiga nama panggilan. Dan ketika rekan rekannya memanggil seorang yang mempunyai panggilan lebih dari satu itu, mereka berkata kepada Nabi SAW. : Wahai Rasululloh, bahwa dia (orang yang di pangil dan mempunyai panggilan lebih dari satu) marah dengan panggilan ini. Maka turunlah ayat di bawah ini :
( ولا تنا بزوا الالقاب )
Dari potongan dalil di atas, kita tahu bagaimana hukum memanggil orang lain dengan panggilan yang tidak sesuai dengan namanya. Lalu Pertanyaannya, bagaimana orang - orang yang memanggilku dengan sebutan - sebutan yang ada di atas? Sedangkan mereka semua adalah orang mu’min.
Kalau boleh aku menjawab ;
Nama panggilan yang mereka sebutkan adalah panggilan yang menurutku tidak merendahkanku, dan aku juga tidak merasa direndahkan. Mengenai panggilan yang seakan mengejekku seperti tukul dan kiwil, hal itu tidak membuatku marah ataupun ingin membalasnya. Bahkan itu adalah hal yang bermanfaat bagiku. Dengan adanya panggilan yang seakan mengejek, itu bisa dijadikan sebagai introspeksi diri. Artinya aku diberi kesempatan untuk merendahkan diri dan tawadu’ serta menghormati orang lain. Orang lain tidak akan angkat topi atau menghormati kita jika kita tidak menghormati orang lain. Itu salah satu hikmahnya. Dan aku juga telah mengikhlaskan hal itu. Dan dengan izin Allah, orang orang yang ada di sekelilingku tidak akan bermasalah, apalagi disusul dengan minta maaf kepada-Nya. Karena panggilan itu tidak ada maksud mengejek dan aku pun sudah mengikhlaskan serta tidak menuntut apapun. Semoga Allah mengampuni semua dosa dosa kita dan kedua orang tua kita. Amin….. Allahu A’la A’lam.
0 komentar:
Posting Komentar