Yang Halal itu Jelas, Yang Haram Juga Jelas

07 Desember 2008


Islam telah menjelaskan bahwa segala hal yang hukumnya haram itu jelas, artinya syari’at telah menyebutkannya didalam nash. Begitu juga hal hal yang haram, juga sudah dijelaskan dalam nash. Dan diantara halal dan haram itu adalah perkara yang syubhat.

Imam an Nawawi Rohimahulloh Ta’ala berkata : Makna dari hadits halal dan haram mengandung tiga bagian : Yang pertama, halal yang jelas. Tidak diragukan kehalalannya. Seperti makan roti, berbicara, berjalan dan lain sebagainnya. Yang kedua haram itu juga jelas. Seperti minum khomer, berbuat zina dan lain sebagainya.


Adapun syubhat, maknanya adalah hal yang ragu ragu atau tidak jelas kehalalannya dan keharamannya. Maka dari itu, banyak orang yang tidak mengetahuinya. Sedangkan para ulama mengetahui hukumnya melalui nash ataupun qiyas. Jika ada sebuah keraguan dalam suatu hal antara halal dan haramnya, dan tidak terdapat di dalam nash maupun ijma’, maka para mujtahid berijtihad untuk mengetahui hukumnya. Dengan menyamakan salah satunya kepada dalil syar’i. Dan sebagian dari orang yang wira’i adalah meninggalkan hal hal yang syubhat, seperti tidak berinteraksi dengan harta orang lain secara syubhat atau mencampurnya dengan harta riba. Bahkan salah orang yang wira’I itu, meninggalkan perlakuan yang mubah.

Adapun sesuatu yang sampai pada derajat waswas, yaitu mengharamkan sesuatu yang jauh dan sulit terjadi, bukan merupakan hal yang syubhat yang dianjurkan untuk meninggalkannya. Sebagai contoh : Seseorang tidak menikah dengan wanita di dalam negara yang besar karena takut bahwa yang Ia nikahi merupakan mahromnya. Contoh kedua, meninggalkan air untuk bersuci di padang pasir karena takut najis. Contoh diatas tidak merupakan tindakan orang yang wira’i, melainkan rasa waswas yang datangnya dari setan.

Keterangan di atas merupakan hikmah yang pertama dari hadits “ al Halal wal Harom “. Keterangan di atas juga diambil dari kitab yang sama “ al Wafii fi Syarhi al Arba’in an Nawawiyyah “.

Dan menurut saya, kita sebagai orang muslim patut untuk memperhatikan apa yang dikatakan oleh Imam an Nawawi, tentang tiga hal yang berhubungan dengan hadits. Yaitu halal, haram dan syubhat.

Mengenai perkara yang halal memang tidak ada masalah. Karena memang hal itu yang diharapkan untuk dilakukan orang muslim. Banyak sekali ayat al Qur’an yang menerangkan agar umat muslim memakan makanan yang baik. Artinya yang halal. Sebagai mana hadits berikut :

وروى ابن مسعود رضى الله عنه عن النبيّ صلى الله عليه وسلّم انّه قال :" طلب الحلال فريضة على كلّ مسلم".

Dalam haidts ini at Tobroni mempunyai sanad yang redaksi dari hadisnya itu berbeda. Yaitu menggunakan kata wajib bukan faridhoh, namun disitu pula dikatakan (dalam kitab ihya’ ulumudin) bahwa hadits di atas adalah hadits dho’if.

Dan menurut saya terlepas dari dho’ifnya hadits di atas, isi kandungannya sangat benar. Karena memang kenyataannya kita wajib untuk mencari hal hal yang halal, bukan mencari hal hal yang haram.

Yang bermasalah disini adalah dua hal selain halal. Yaitu haram dan syubhat. Sangat jelas dan semua orang tahu bahwa perkara yang haram itu pasti akan mendapatkan dosa bagi pelakunya. Kecuali dalam hal tertentu. Seperti dikutip dari hadits Nabi SAW :

قال النّبي صلى الله عليه وسلّم :" كلّ لحم نبت من حرام فالنّار أولى به". اخرجه الترمذى

Maka tempat orang yang suka makan makanan yang haram akan dimasukkan kedalam neraka. Na’udzubillah mindzalik.

Harta ataupun segala hal yang dikatakan haram disebabkan oleh dua sebab :
Pertama, haram yang disebabkan karena barang itu asalnya memang haram, sebagai contoh : khomer, daging anjing dll.

Kedua, haram disebabkan karena cara pencariannya atau cara mendapatkannya yang haram, padahal barangnya sendiri asalnya bukan barang yang haram. Sebagi contoh : ikan laut hasil curian, uang riba dll.

Barang yang haram akan sama sekali tidak berguna bagi seorang muslim. Walaupun barang atau harta yang haram tersebut disedekahkan, maka Allah SWT tidak akan menerimanya. Dan justru jika dibiarkan begitu saja, harta itu akan memberatkan dosanya ketika dihisab.

Kemudian syubhat merupakan salah satu hal yang dianjurkan untuk dihindari. Karena memang hal yang syubhat kerap sekali menjadikan seseorang terjerumus dalam keharaman. Dan itu juga akan mendapatkan dosa. Orang yang berhati hati terhadap barang yang syubhat disebut “Wira’i”. Sebuah ke-wira’ian sangat akrab dimasa para sahabat dan tabi’in.

Di dalam sebuah Atsar dijelaskan bahwa suatu hari sahabat Abu Bakar r.a. minum susu hasil dari budaknya. Dan ketika budak itu ditanya dari mana dia mendapatkan susu, budak menjawab :” Saya telah meramal sebuah kaum dan mereka memberiku susu”. Maka sahabat Abu Bakar langsung memasukkan jari jarinya kedalam mulutnya untuk membersihkan sisa susu yang telah diminum.

Begitulah salah satu contoh bagaimana sahabat sangat berhati hati dalam menjaga makanannya. Agar yang dimakan itu selalu halal. Betapa wira’inya sahabat Abu Bakar r.a. dan kita patut untuk berintrospeksi diri. Bagaiman kita menjaga diri kita dari segala macam hal yang haram. Kita juga patut berkaca kepada para sahaba yang lain. Mungkin pada masa kita ini yang memang sudah berbeda dengan masa sahabat, yang masih jarang hal hal haram dan lain sebagainya. Menjadi factor sulitnya kita menjaga dan memilih serta meneliti dari mana kita mendapatkan makanan, apakah halal atau tidak. Jangankan barang yang halal, yang haram pun sulit untuk dicari.

Akan tetapi standar dosa dari dulu hingga sekarang dan sampai hari kiamat pun tidak akan berubah. Minuman khomer walaupun satu tetes yang dari dulu haram tidak akan berubah menjadi halal dengan adanya perubahan zaman. Itu yang perlu kita sikapi dengan positif.

Maka mari kita bersama sama untuk menjalankan amar ma’ruf serta nahi mungkar. Dimulai dari diri sendiri yang kemudian kepada orang lain dengan cara sebaik mungkin, sesantun mungkin sesuai dengan apa yang diajarkan baginda Nabi Muhammad SAW. Allahu ‘Ala A’lam.





0 komentar: