Ini diangkat dari pengalaman pribadi Yang telah terjadi dan membekas hingga sekarang. Ok, kejadian itu memang tidak sepenuhnya aku ingat lantaran aku masih seumur anak jagung, namun bekas luka yang ada di bibir bagian bawah ini, membuatku bertanya-tanya kepada saudara-saudaraku. Kebetulan pamanku yang merupakan saksi hidupku, menceritakan betapa cerobohnya aku, waktu itu.
Lek Usop adalah panggilan akrab pamanku. Entah pagi atau siang, waktu itu aku bersama pamanku, lek Usop, pergi entah untuk apa tujuannya. Barang kali jalan-jalan, karena hobiku waktu kecil adalah jalan-jalan dengan dandanan yang “mlipit”. Aku memakai celana pendek “katok kolor” (bahasa jawa) dengan baju yang aku lupa, artinya, baju apa yang aku pakai.
Lek Usop adalah panggilan akrab pamanku. Entah pagi atau siang, waktu itu aku bersama pamanku, lek Usop, pergi entah untuk apa tujuannya. Barang kali jalan-jalan, karena hobiku waktu kecil adalah jalan-jalan dengan dandanan yang “mlipit”. Aku memakai celana pendek “katok kolor” (bahasa jawa) dengan baju yang aku lupa, artinya, baju apa yang aku pakai.
Ok, ketika mulai beranjak dari rumah, aku memasukkan tanganku ke dalam celana bagian depan (nggak ngapa-ngapain lho...coz, masih kecil :D). Aku berjalan dengan posisi sedemikian rupa tanpa digandeng pamanku. Baru saja beberapa langkah dari rumah, tepatnya di samping rumah tetangga sebelah. Kebetulan di samping rumah tetanggaku itu, terdapat sebuah emperan. Atau bisa kita sebut dengan koridor kecil yang terbuat dari cor-coran pasir dan semen. Dengan tegap aku berjalan menapaki emperan tersebut. Tidak lama kemudian, tiba-tiba aku terjatuh dengan posisi tangan berada di dalam celana. Praktis aku terjatuh seperti pohon roboh karena tanganku tidak bisa menyangga ketika jatuh. Dan sialnya, mulutku menghantam pojokan cor-coran koridor itu. Peenkk.....!!!! kelihatannya rasanya seperti itu (karena aku juga sudah lupa rasanya gimana:D). Pamanku langsung mengangkatku dari tempatku jatuh.
Aku menangis sekuat tenaga setelah terjatuh. Ketika dibopong pamanku, aku tidak mau berhenti menangis dengan sekuat tenaga. Hingga sampai di depan rumah, aku pun tetap menangis keras, dan berteriak. Semua orang yang ada di dalam rumah pun keluar. Dan tetangga sekitar pun ikut melihatku menangis. Dengan cepat Ibuku langsung memelukku dan memeriksa lukaku.
Alhasil, beberapa gigiku terpaksa tumbang atas dan bawah, dan bibir sebelah bawah robek. ketika itu, aku seperti baru memakan ayam yang masih hidup, sehingga mulutku bersimbah darah. Atau seperti drakula yang baru menerkam mangsanya, dengan dua taring sebelah kiri dan kanan (yang tengah ompong).
Aku terlihat menyesal atas kecerobohan yang telah dilakukan. Ompong salah satu akibatnya, dan sehari kemudian Pak Mantri (dokter) datang dan memeriksaku. Sehingga hari itu juga, bibirku dijahid agar bisa kembali normal. Namun rencana itu rupanya kurang berhasil, karena ternyata luka yang di bibir bawah itu justru sebagai lalu lintas air liur yang keluar dari sarangnya. Sehingga proses penyembuhan agak lebih lama dari prediksi.
Namun bagaimanapun hasilnya, aku tetap bersyukur dan berterimakasih kepada Allah SWT yang masih memberi keselamatan hingga sekarang. Dan kepada Ibu dan pamanku yang telah merawatku dengan kasih sayang yang tak terhingga.
Dengan pengalaman yang aku tuliskan dalam cerita ini, semoga sedikit bisa mengingatkan kita semua untuk tidak berbuat ceroboh dalam hal apapun. Dan menjadikan kita lebih hati-hati dalam melakukan sesuatu. Jangan sampai sebuah kelalaian sedikit, dapat membuat kita menyesal seumur hidup. Thank’s......
0 komentar:
Posting Komentar